Jakarta – Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Jakarta, Braditi Moulevey Rajo Mudo mengatakan, lisensi Rumah Makan Padang di perantauan penting demi menjaga autentikasi atau keaslian dari masakan Minang itu sendiri.
Hal tersebut ia sampaikan dalam dialog On Air bersama Pro3 RRI dengan tema ‘Apakah Penjual Masakan Padang, Harus Orang Padang’? beberapa waktu lalu.
“Masakan Minang atau yang lebih populer dengan masakan Padang itu adalah warisan dari leluhur. Bagaimanapun, masakan Padang itu selalu diincar atau menjadi tujuan bagi semua orang, bukan hanya orang Minang itu sendiri,” katanya.
Sehingga, kata Braditi Moulevey Rajo Mudo, organisasi IKM sebagai rumah atau wadah bagi perantau Minang berkewajiban untuk menjaga autentikasi atau keaslian dari masakan Minang itu sendiri di perantauan.
“Agar jangan sampai nanti cita rasa yang didapat oleh masyarakat yang paham dengan bagaimana masakan Padang itu justru berbeda atau di luar ekspektasi didapatkan ketika mencoba makanan Minang saat berada di perantauan,” katanya.
“Siapapun orang Sumbar yang ketika berada di perantauan, hal pertama yang akan ia cari adalah masakan Padang, itu merupakan keniscayaan. Ketika ia mendapatkan hal yang di luar ekspektasinya, tentu ini membuat mereka kecewa,” sambung Politisi Partai Gerindra tersebut.
Sejatinya, kata Uda Levi, begitu ia akrab disapa, siapapun bisa dan boleh berdagang masakan Padang, namun harus menjaga autentikasi atau keaslian cita rasa dari masakan Padang.
“Nah, ini pentingnya sebuah lisensi diberikan ke rumah makan Padang yang memiliki cita rasa asli masakan Sumbar. Jangan sampai rasanya justru berubah di perantauan, ini adalah soal autentikasi rasa, bukan soal siapa yang berjualan, semuanya bisa berjualan masakan Padang, namun keaslian dari rasanya,” katanya.
Lisensi yang diberikan kepada rumah makan Padang agar masyarakat di perantauan atau penduduk asli justru mendapatkan cita rasa lain bahkan lupa dengan keaslian dari masakan Padang.
“Soal harga yang menjual ada lebih murah, itu beda cerita, jika harganya murah tentu porsinya lebih sedikit, tapi bagaimana menjaga cita rasa masakan Padang itu,” katanya.
Ia memastikan, lisensi rumah makan Padang bukan suatu hal yang rasis dan menurutnya siapapun boleh membuat dan berjualan masakan Padang.
“Sampaikan kepada seluruh saudara kita, kita tidak rasis, kita melihat masakan khasnya, bukan siapa orang yang memasaknya. Tujuannya agar saudara itu tahu dengan autentikasi masakan Minang, karena mohon maaf, banyak orang yang menggunakan masakan Minang, tapi tidak asli,” katanya.
Moulevey kemudian mengingatkan lagi masyarakat terkait dengan rendang babi yang dibuat bukan oleh orang Sumatera Barat (Sumbar) dan telah mencoreng nama baik Minangkabau.
“Jadi, intinya kita tidak usah terpancing, tenang, apapun yang terjadi, isu-isu miring, tetap tenang, tak usah direspons, insya Allah rezeki tak akan tertukar, setiap kita pasti punya rezeki masing-masing,” katanya.
Meski demikian, ia juga menyayangkan insiden yang terjadi di Cirebon tersebut sembari mengatakan bahwa hal tersebut tak terjadi lagi di kemudian hari.
“Tentu kita sangat menyayangkan hal ini terjadi, saya harap jika ada hal yang dirasa janggal silakan diskusikan secara baik terlebih dahulu,” katanya.
IKM sendiri, katanya, juga telah melakukan verifikasi terhadap keberadaan rumah makan Padang di Jakarta, dengan tujuan untuk memastikan keotentikan dari masakan, pemilik serta harga.
“Semua itu tidak dipungut biaya alias gratis. Hal ini perlu kami sampaikan agar tidak ada nada sumbang terkait pemasangan stiker rumah makan asli Padang dari IKM itu disebut berbayar, padahal tidak ada sama sekali. Sekali lagi saya pastikan itu gratis. Ke depan kami juga akan membuat klasteriasi terkait rumah makan Padang,” katanya.
Sebelumnya, masyarakat dihebohkan dengan beredarnya video berdurasi 38 detik yang menunjukkan aksi sejumlah orang mencopot label ‘Masakan Padang’ di salah satu rumah makan di Desa Sukadana, Kecamatan Pabuaran, Cirebon, viral di media sosial (medsos).
Pencopotan itu dipicu protes memasang harga terlalu murah. Dalam video tersebut, dua orang terlihat melepas tulisan ‘Masakan Padang’ dari rumah makan yang menjual makanan dengan harga murah, hanya Rp9 ribu per porsi.
Aksi ini mengundang perhatian warganet karena dianggap terkait dengan persaingan bisnis kuliner.
Penasihat Perhimpunan Rumah Makan Padang Cirebon (PRMPC), Erlinus Tahar, membenarkan kejadian tersebut.
Menurutnya, fenomena rumah makan yang menggunakan nama ‘Masakan Padang’ dan menawarkan harga murah mulai muncul sejak 2021 atau 2022.
Erlinus menjelaskan, pihaknya tidak mempermasalahkan siapa saja yang ingin menjual masakan Padang, baik orang Minang maupun non-Minang, tapi ia menekankan pentingnya menjaga standar harga agar tidak merugikan pedagang lain. (*)