Sebuah Senandung tentang Kisah Pedagang RM Padang Kecil di Pelosok Negeri
Duhai Presiden Prabowo, dengarlah senandung anak bangsa ini..
Suatu waktu di Pulau Jawa, ada anak bangsa gelisah berjualan nasi Padang bertahun tahun, gelisah jualannya yang murah kini ada yang lebih murah.
Belasan ribu kini bahkan ada yang berani jual dibawah itu, mereka pun mengeluh dan keluhannya ia sampaikan pada yang berjualan lebih murah itu agar jangan menggunakan narasi Padang untuk level harga murah.
Mungkin disisi ini ada kelirunya, keliru kenapa diaturnya pula orang berjualan, mau murah mau mahal suka suka merekalah.
Menggunakan narasi Masakan Padang juga sah-sah saja, tak ada yang melarang walau rasanya bisa jadi berbeda dengan Padang yang mengusung harga menengah dan atas.
Ibaratnya ada harga ada rupa, dan bisa jadi seleraan juga soal cukup enak, enak dan enak sekali.
“Jualan lemah sekali akhir akhir ini, sudah jualan semurah ini belum jaminan pula laku keras, besoknya ada yang jualan lebih murah lagi, Innalilahi wa Inna ilaihi Raji’un “
Rasanya ini boleh disimpulkan jadi suara hati banyak pedagang nasi Padang harga di bawah 18 ribu, mereka berjualan, masak sedari waktu sebelum subuh, berbelanja sekian ratus ribu hingga sejuta lebih dan Bismillah yakin kepada Allah SWT bahwa setidaknya 95 persen semoga habis dan ada sedikit untung 100 ribu-an bisa dibawa pulang.
Namun itu harapan mereka yang paling tulus, namun kenyataannya sering berbeda jauh, apalagi beberapa tahun terakhir ini duhai Pak Presiden.
Di sisi lain, mereka, selain memikirkan bagaimana usaha jalan dan ada uang yang bisa dibawa menukar ke Pasar. Anak istri yang harus dikasih makan, kontrakan harus dibayar dan biaya listrik serta bensin dan makanan juga tak murah.
Hari ini, 31 Oktober 2024 harga bawang Rp35 ribu pak Presiden, telur Rp25 ribu sekilo, gula dan lainnya juga tak menunjukkan harga membaik. Kemaren beli beras juga ampun pak, kata orang biar laris pakailah bahan berkualitas tinggi, beras yang bagus sekali bisa Rp450 ribu per 25 kilogram pak Presiden, gumam mereka.
Inilah mereka, masyarakat kecil yang mencoba tegak di kaki sendiri, bisa masak sedikit mereka coba masak sesuai bagaimana leluhur memasak, namun karena tak kuasa melawan persaingan pasar, mereka sesuaikan juga akhirnya, bumbu seadanya.
Kata orang ada harga ada rupa, mereka coba pula pak berdagang dengan baik, rasa yang cukup baik, dicoba di Rp12 ribuan, tiba-tiba tak jauh dari mereka berjualan RM Padang banting harga di bawah Rp10 ribu.
Otomatis sepi kedai-kedai mereka pak, sesepi-sepinya, yang lebih murah agak ramai, menjelang ada yang berani jual lebih murah lagi.
Tertatih mereka berjalan, karena tak mudah pak untuk mereka berjualan disaat kondisi daya beli masyarakat turun sekali.
Oh yah Pak Presiden, kisah ini berlanjut pada sisi lain, ijin pak, ada pula satu grup para Pedagang RM Padang pak, bapak bisa gabung di Fesbuk, Facebook nama lengkapnya.
Di sana, banyak sekali hampir setiap hari ada postingan “Over Kontrak RM Padang”, “Dijual Alat Alat Masak RM Padang”, “Dijual Etalase RM Padang” nah ini banyak pak, boleh bapak coba cek, mungkin bapak bisa sampaikan ke Menteri UMKM yang baru untuk intip-intip grup-grup para pedagang rumah makan.
Dari Grup-grup FB tersebut akhir akhir ini agak heboh soal Razia RM Padang Cirebon yang sebenarnya bukan soal larangan suku apapun jualan RM Padang, tapi lebih ke bentuk kegelisahan akan harga yg murah semakin dipermurah.
Mereka mencoba mencari solusi, tapi tampaknya razia kemaren itu lebih besar efek buruk dari pada baiknya. Dipelintir ke arah Ras dan Suku Bangsa, tentu kami salah, mereka mohon maaf pak karena salah paham, salah langkah menjadi riuh rendah dimana mana. Maafkan kami yah, pak.
Banyak yang bilang bahwa harga murah itu ada pangsa pasarnya sendiri, benar adanya pak. Para Pedagang itu membisikkan sesuatu pak, “hari ini kami jual Rp12 ribu, besok membanjir jualan Rp10 ribu, ramai yang jual Rp10 ribu akhirnya ramai yang coba jualan Rp8 ribu.
Tentu ada hal yang dikorbankan dari rasa dan lainnya, namun masyarakat sebagian besar senang senang saja nampaknya pak.
Karena daya beli masyarakat melemah, akhirnya Padang Murah jadi tumpuan agar tetap bisa makan lumayan enak tanpa harus boncos.
Fenomena ini sangat mungkin membuat mereka bertekuk lutut pak, yang murah semakin murah, satu demi satu mereka akan terpaksa mengisi postingan di grup FB, mereka terpaksa “Over Kontrak” RM Padang jikalau mereka memilih untuk mengibarkan bendera putih.
Kata orang Pak, Daya Beli Masyarakat Indonesia melemah, Omset UKM turun drastis beberapa bulan ini. Kali ini mereka mengadu pak, tak sanggup berlomba lomba kami jual Nasi Padang harga terjun bebas.
Sementara di sisi lain, sebagian dari Pedagang RM Padang ini mencoba bertahan di harga Rp12 ribu, mereka potonglah agak banyak ayam broiler itu pak seekornya.
Kalaulah seekor ayam potong 10, mereka beli tiga ekor ayam semoga bisa laku 30 hingga 50 porsi pak di esok hari.
Anggaplah dari Rp12 ribu itu mereka bisa ambil untung Rp1.500 perak. Laku habis semua mereka bisa dapatkan Rp45 rb, tapi jika tak habis maka mereka makan sambil terdiam uang di tabungan nyaris licin.
Sayup-sayup anak menangis, istri terdiam, sebentar lagi pemilik kontrakan datang untuk menagih biaya kontrakan, kontrakan kedai yang juga tak murah.
Maafkan kalau mereka curhat yah Bapak, mereka tahu bapak baru saja menjabat, namun pak momentum polemik razia ini mereka coba senandungkan apa yang membuat mereka lelah sendiri.
Teruntuk Presiden baru negeri ini, Bapak Prabowo Subianto Djojohadikusumo, semoga senandung ini sampai ke telinga bapak. Pada waktunya, mereka takut kehabisan suara untuk bersenandung akan hari-hari yang tak mudah ini.
Senandung kali ini dituturkan oleh :
Uda Dian Anugrah
Seorang Chef khusus Masakan Minang, Yang mencoba mensaripatikan suara-suara rakyat kecil para Pedagang RM Padang kecil menjadi dongeng khusus untuk Presiden kami yang baru.
Jakarta, 31 Oktober 2024
